Surau-Mu

Surau-Mu
Gemerisik malam menerpa. Ada kabut berwarna ungu keluar dari asap rokok. Hilir mudik mengepul menggelembung, dan bila diamati ia seperti kupu-kupu yang sedang merajuk.

Sungguh, aku melihat surau di matamu. Ingin berada di sana, mengucap salam, kemudian duduk di sebelahmu. Dan berkata, aku ingin mengisi surau itu, dan setelah itu mengaji sepanjang waktu.

Ingin mengisi pengajian-mu. Dan menyimak pengajian-Mu. Sungguh, hari-hari mendadak mendebarkan. Aku mendengar petikan musik irama-Mu memetik dan terpetik tanpa petikan dari surau itu. Berdenting dengan sendirinya. Tanpa henti. Berdiri di halaman surau-Mu, dan terdiam. Sungguh, betapa “dalam” lirik musik-Mu. Keseluruhan diri berdebar-debar hingga.

mulut membisu
tertaut
berdetak-detak tanpa detakan
bersuara tanpa suara

segala sesuatu, “sampai”
sekaligus tidak “sampai”-nya segala sesuatu
mu?
Menjadi Mu?

Sungguh, ingin mengisi surau-Mu
Dan mengaji di sana, sepanjang waktu.[]
Medio, Padhang Mbulan Kiai Kanjeng, Balai Pemuda—Surabaya, Juni 2008

Komentar

Postingan Populer