KARENA MENJELASKAN MENGENAIMU TENTANG JIBRIL

KARENA MENJELASKAN MENGENAIMU TENTANG JIBRIL
I.
Semua manusia sudah tahu, Gautama bertemu sang Budha di bawah sebuah pohon bodi dan kemudian menganugrahkan pencerahannya. Kau lihat saja, hingga kini adigum pencerahannya masih terasa hingga kini. Jangan salah, Yoga yang kini semakin diminati itu termasuk bagian dari penganugrahan pencerahan itu.

Demikian dengan Muhammad. Di sebuah gunung Tuhan menganugrahkan pertemuan agung melalui tangan kanan-Nya. Jibril. Lihatlah, setelah itu jazirah Arab dalam jarak waktu hanya puluhan tahun langsung keluar dari kebodohannya, kemudian mengemuka ke pentas internasional. Kau tahu, itu semua berkat pengaruh pertemuan itu. Jangan salah, konsep demokrasi yang kau agung-agungkan dari Barat itu sesungguhnya lahir dari kreasi tangan Muhammad. Pluralisme? Jangan keliru, itu pun lahir dari Nabinya dari para Nabi juga umat segala umat itu. Aku terkesan fanatis? Bukan begitu. Lagi pula, fanatis kan juga perlu jika sesuai kadarnya? Kau tentu terngakak jika kubilang lebih hangat lagi di telingamu!; bagaimana pendapatmu jika perasaanku tidak lagi fanatik terhadapmu? Apakah kau rela? Kau tentu lebih menginginkanku tetap sefanatik itu bukan? Bahkan mungkin melebihi? Hingga kadaluarsa? Sekali pun?

Ah, tetapi jangan kau tanya padaku tentang Lia Aminuddin mengenai pertemuannya dengan Jibril dan Isa. Jangan. Jangan! Aku sungguh-sungguh menjadi kalut menjawabnya. Aduu, jangan kau tambah-tambah lagi bertanya tentang al-Musaddeq. Sungguh, aku bodoh tentang mereka;pertemuan itu jelas serupa kabut di saat gelap; mengaburkan sesuatu yang memang sudah kabur.

Yang pasti, pertemuan Muhammad dengan sang Jibril, ataupun Gautama dengan sang Budha gemanya masih menggetarkan dada. Dunia masih tergetar dengan auman filsafat pencerahan mereka berdua.

Tetapi sungguh, jangan tanya padaku tentang lebih jauh lagi tentang cinta kepada-Nya. Apalagi membawakanku bendera heroik itu dan kemudian berteriak-teriak di depan Mall dan diskotik yang kau bilang pembawa dosa-dosa itu. Sungguh, aku hanya bisa bilang dengan sangat lirih, dalam ruang kamar batinku juga ruang kamar batinmu pun bersemarak dosa-dosa terpendam seumpama orang-orang di sana. Bedanya, kita menyembunyikannya karena kelihaian pribadi, sementara mereka telanjang dada karena suatu ketidakmengertian. Sesungguhnya kita lebih beruntung masih memiliki daya upaya merahasiakannya rapat-rapat. Dan mereka tidak. Sungguh, kita amat beruntung.

Dan aku akan dengan senang hati mendongengkanmu tentang Hadratus Syaikh Hasyim Asy`ari. Tentang para Sunan Walisongo. Tentang mereka-mereka yang kau tahu telah melembutkan peradaban tanah ini dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Komentar

Postingan Populer