Mati dan kematian

Mati dan kematian

Dan, apakah mati dan kematian? Beberapa menginginkan kematian. Sebagian lain bersusah-payah menghindar. Ada tiga hal yang menyertainya. Pertama, orang menginginkan mati karena sebab kehidupannya yang mati. Artinya mengalami rasa “buntu” dan banyaknya gumpanan “pertanyaan” menggantung tak terjawab atas realitas yang dialami.
Kedua, orang yang pengen menghindar. Hal ini bisa jadi disebabkan rasa “takut, eman, dan sayang“ pada apa-apa yang telah digemgam dan diperoleh dalam kehidupan. Pada faktanya, manusia mulai menyimpan penderitaan manakala ia sudah diberi sesuatu dari isi kehidupan duniawi; harta, tahta ataupun keluarga.
Ketiga, kematian terpikirkan bukan sebab keinginan mati ataupun keinginan akan menghindar, namun karena hatinya terpaut pada realitas puncak kehidupan, yakni yang mengarah pada “makna”.
Ia mulai terkesan pada hakikat kehidupan. Ia tersadar, kehidupan tidak semata menjadi kaya, memiliki wanita cantik, atau tenggelam dalam beberapa teguk bir, akan tetapi melampaui semua itu, adalah apa sesungguhnya arti kehidupan itu harus ada dan diadakan.
Biasanya, pada kondisi semacam ini ia akan mulai berpikir mengenai kehiduapn sosial; kemiskinan dan pemberdayaannya. Kemudian ia mulai terpikir bahwa hal paling berharga dalam kehidupan dan ada dalam hidup ini adalah ketika ia punya karya, punya kerja-keras. Jelasnya, ketika ia mulai memiliki dan menyimpan tujuan dan arah hidup yang ingin diraih. Ingin dicapai. Anda pasti setuju mati manakala punya tujuan pasti dan bekerjakeras mewujudkan dari segenap kekuatan dan potensi adalah hal paling menyenangkan. Konkretnya, tidaklah rugi jauh-jauh datang dari alam akhirat masih meninggalkan karya atau hal paling berharga. Bernilai. Apakah memang demikian? []

Komentar

Postingan Populer